Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility
Pengadilan Negeri
Pukul : 21:34:04 , Selamat Malam

img_head
SEJARAH PENGADILAN

Sejarah Pengadilan

Telah dibaca : 4.266 Kali

Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan ketentuan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pengadilan Negeri Rangkasbitung merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum yang berkedudukan di Rangkasbitung dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten Lebak.

Pengadilan Negeri Rangkasbitung mempunyai beberapa kekuasaan pengadilan, antara lain seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 50 dan Pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yaitu, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Pengadilan Negeri Rangkasbitung dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di Kabupaten Lebak, apabila diminta.

 Gedung Lama

Pengadilan di Rangkasbitung sudah berdiri sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda, dimana pada tahun 1828 terjadi perubahan wilayah di Kabupaten Lebak yaitu, Rangkasbitung menjadi salah satu distrik diantara beberapa distrik-distrik lainnya.

Pada tanggal 31 Maret 1851 secara resmi dilaksanakan pemindahan Ibukota Kabupaten Lebak, yang sebelumnya berada di Warunggunung dipindahkan ke Rangkasbitung. Dengan adanya pemindahan ibukota tersebut, sedikit banyak tentu mempengaruhi jalannya roda pemerintahan daerah di Kabupaten Lebak, termasuk di dalamnya yaitu pelaksanaan kekuasaan kehakiman oleh badan peradilan. 

Masa Pemerintahan Hindia Belanda, badan peradilan pada daerah tingkat kabupaten hampir seluruhnya bernama Landraad, dan belum bernama Pengadilan Negeri. Begitu pula saat itu dengan badan peradilan di Karesidenan Banten yang menggunakan nama Landraad. Landraad di Karesidenan Banten membawahi tiga daerah hukum yaitu, Serang, Rangkasbitung, dan Pandeglang, sehingga dahulu dikenal dengan nama Landraad Serang, Rangkasbetoeng, en Pandeglang.

Hal ini didukung oleh riwayat pekerjaan Prof. Mr. R. Soekardono, dimana beliau merupakan seorang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia periode tahun 1952 sampai dengan tahun 1963. Dalam riwayat pekerjaannya, tercatat salah satu jabatan yang pernah diemban adalah sebagai Wakil Ketua Landraad Serang, Rangkasbetoeng, en Pandeglang periode tahun 1923 sampai dengan tahun 1924.

Gedung Landraad Rangkasbetoeng awalnya berlokasi di Jalan Alun-alun Timur Nomor 6 Rangkasbitung. Hasil penelusuran pada Inventaris Arsip Departement Van Burgerlijke Openbare Werken: Seri Grote Bundel 1854-1933, Direktorat Pengolahan, Deputi Bidang Konservasi Arsip, Arsip Nasional Republik Indonesia, ditemukan deskripsi yang menerangkan "Stukken betreffende oprichten landsraadgebouw te Rangkasbetoeng-West Java-(1928-1930)", Tahun 1930. Catatan ini merupakan bukti bahwa gedung Landraad Rangkasbetoeng mulai dibangun pada tahun 1930.  

Ketika masa Pemerintahan Jepang, pada tanggal 26 September 1942 disahkan suatu undang-undang yaitu, Osamu Seirei Nomor 3 Tahun 1942 tentang Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentara. Salah satu yang diatur dalam undang-undang ini adalah tentang perubahan nama badan-badan peradilan, termasuk Landraad yang berubah menjadi Tihoo Hooin. Dengan berubahnya nama badan peradilan tersebut, maka Landraad di Karesidenan Banten pun berubah nama menjadi Tihoo Hooin. Salah satu bukti adanya perubahan nama badan peradilan pada masa Pemerintahan Jepang dapat juga ditelusuri dalam riwayat pekerjaan Prof. Mr. R. Soekardono. Tercatat disitu, setelah beliau menjabat sebagai Ketua Landraad Poerwakarta periode tahun 1941 sampai dengan 1942, lalu beliau menjabat sebagai Ketua Tihoo Hooin Serang, Pandeglang, dan Rangkasbetoeng periode tahun 1944 sampai dengan tahun 1946.

Setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan disahkannya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka terbentuklah suatu Pemerintah Negara Indonesia. Walaupun saat itu Pemerintah Negara Indonesia sudah terbentuk, akan tetapi sesuai Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, badan negara dan peraturan yang ada sebelumnya masih berlaku, selama belum diadakan yang baru, dimana didalamnya termasuk juga tentang badan peradilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman.

Pada tahun 1950, terbitlah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Barat. Undang-undang ini memutuskan untuk menghapus beberapa pemerintahan daerah karesidenan, dimana salah satunya adalah Pemerintahan Daerah Karesidenan Banten dan menetapkan daerah yang meliputi Karesidenan Banten menjadi Provinsi Jawa Barat. Di tahun yang sama kembali terbit suatu undang-undang yaitu, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat, dimana undang-undang ini antara lain menetapkan Serang, Pandeglang, Lebak menjadi Kabupaten.

Pada tanggal 13 Januari 1950, telah disahkan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat ini menjelaskan tentang dihapuskannya Mahkamah Justisi di Makassar dan alat Penuntutan Umum padanya, Appelraad di Makassar, Appelraad di Medan, segala Pengadilan Negara dan segala Landgerecht (cara baru), dan alat Penuntutan Umum padanya, segala Pengadilan Kepolisian dan alat Penuntutan Umum padanya, segala Pengadilan Magistraat (Pengadilan Rendah), segala Pengadilan Kabupaten, segala Raad Distrik, segala Pengadilan Distrik, segala Pengadilan Negorij. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Darurat ini menjelaskan secara berangsur-angsur akan dihapuskan segala Pengadilan Swapraja (Zelfbestuursrechtspraak) dan segala Pengadilan Adat (Inheemse rechtspraak in rechtstreekbestuurd gebied) kecuali Peradilan Agama. Selanjutnya, Pasal 2 angka d Undang-undang Darurat ini menjelaskan tentang diadakannya Pengadilan Negeri ditiap tempat dimana dihapuskannya Landgerecht di Indonesia.

Sejak disahkannya Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil, Pengadilan Negeri Rangkasbitung menjadi salah satu Pengadilan Negeri dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Jakarta, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a antara lain yaitu, daerah hukum Pengadilan Tinggi di Jakarta meliputi daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri dalam daerah Provinsi Jawa Barat.

Kemudian pada tanggal 11 Maret 1969, telah disahkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi di Bandung dan Perubahan Daerah Hukum Pengadilan Tinggi di Jakarta. Pasal 2 Undang-undang ini menjelaskan daerah hukum Pengadilan Tinggi Bandung meliputi daerah hukum semua Pengadilan Negeri dalam Provinsi Jawa Barat, sehingga sejak saat itu Pengadilan Negeri Rangkasbitung beralih daerah hukum Pengadilan Tinggi yaitu, dari salah satu Pengadilan Negeri dalam daerah Hukum Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi salah satu Pengadilan Negeri dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Bandung.

Pengadilan Negeri Rangkasbitung sejak tahun 1975 menempati gedung kantor baru yang terletak saat ini di Jalan R. A. Kartini Nomor 55 Rangkasbitung. Dengan ditempatinya gedung kantor baru tersebut, maka gedung kantor lama yang terletak di Jalan Alun-alun Timur Nomor 6 Rangkasbitung, sejak saat itu hingga kini dialihfungsikan menjadi gedung arsip Pengadilan Negeri Rangkasbitung.    

Pada tahun 2000, terbitlah suatu undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Dalam Pasal 3 Undang-undang ini dijelaskan Provinsi Banten berasal dari sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas antara lain yaitu, Kabupaten Lebak. Dengan terbitnya Undang-undang ini, maka Kabupaten Lebak sudah tidak termasuk dalam Provinsi Jawa Barat, melainkan sudah menjadi salah satu Kabupaten dalam Provinsi Banten.

Pada tanggal 6 Juli 2004, berlaku suatu undang-undang yaitu, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Banten. Pasal 2 ayat 1 Undang-undang ini menjelaskan daerah hukum Pengadilan Tinggi Banten meliputi wilayah Provinsi Banten. Kemudian Pasal 2 ayat 2 Undang-undang ini menjelaskan seluruh Pengadilan Negeri di wilayah Provinsi Banten merupakan pengadilan tingkat pertama dari Pengadilan Tinggi Banten. Setelah berlakunya Undang-undang ini, maka Pengadilan Negeri Rangkasbitung kembali beralih daerah hukum Pengadilan Tinggi yaitu, dari salah satu Pengadilan Negeri dalam daerah Hukum Pengadilan Tinggi Bandung menjadi salah satu Pengadilan Negeri dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Banten.

Walaupun Pengadilan Negeri Rangkasbitung telah berpindah daerah hukum Pengadilan Tinggi sebanyak tiga kali, akan tetapi Pengadilan Negeri Rangkasbitung selaku pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum, selalu terus berusaha memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat dan pencari keadilan khususnya di wilayah Kabupaten Lebak.